Padmasana View 3

Periode Perintisan

Periode Perintisan ini dimulai tahun 2000 sampai tahun 2004. Pada periode ini dilaksanakan Persiapan Administrasi, Pembangunan Pelinggih Awal yaitu Padmasana, Anglurah dan Taman Sari.

Sejarah Periode Perintisan Tahun 2000 - 2004

Desa Ciangsana, Gunung Putri, Bogor dan sekitarnya mulai berkembang sebagai daerah pemukiman sekitar awal tahun 1990.  Banyak perumahan tumbuh dan dibangun saat itu, baik perumahan BTN, real estate, dan sebaginya. Saat itu TNI AL juga mulai membangun Perumahan TWP TNI AL, Perumahan Dinas TNI AL, dan Perumahan Dinas Jabatan TNI AL.

Dengan pembangunan perumahan tersebut, para anggota TNI AL mulai menempati perumahan-perumahan yang disediakan oleh Dinas TNI AL, termasuk anggota yang beragama Hindu. Sementara perkembangan pembangunan di sekitar perumahan TNI AL juga membawa beberapa warga beragama Hindu dengan berbagai profesi lainnya seperti anggota TNI, POLRI, pegawai negeri, swasta, professional, dan sebagainya.

Pada tanggal 19 Agustus 2001, bertempat di rumah Bapak I Wayan Warka dibentuklah Paguyuban Hindu Dharma Kompleks TNI AL Ciangsana yang anggotanya terdiri dari 12 (duabelas) Kepala Keluarga yang berdomisili di Kompleks TWP TNI AL dan Rumdisjab TNI AL, dengan susunan pengurus:

  • Ketua : I Putu Ngurah Mangku
  • Wakil Ketua : I Wayan Warka
  • Sekretaris : Ida Bagus Astika
  • Bendahara : Gede Murtina.

 

Tujuan paguyuban saat itu adalah:

  1. Menjalin kebersamaan (gotong royong)
  2. Menjalin tali persaudaraan sesame umat Hindu dan umat lainnya
  3. Sebagai pembinaan mental dan rohani
  4. Menyelenggarakan Pendidikan agama Hindu
  5. Melaksanakan kegiatan social keagamaan
  6. Meningkatkan pemahaman Panca Yadnya

Selanjutnya, untuk lebih mengenal satu sama lain, dilaksanakan sima krama dari rumah ke rumah secara bergilir dengan kegiatan arisan dan persembahyangan serta pembinaan rohani (dharma wecana). Dari kegiatan tersebut, muncul niat baik untuk bisa mempunyai tempat ibadah (Pura) dalam meningkatkan sradha dan bhakti umat Hindu di lingkungan Ciangsana khususnya dan Gunung Putri umumnya.

Berawal dari niat suci tersebut, pada tanggal 27 Agustus 2001, diadakan pertemuan di rumah Bapak I Putu Ngurah Mangku, membahas rencana pembuatan tempat ibadah (Pura) dengan memanfaatkan lahan yang dimiliki oleh TNI AL, untuk mewadahi kepentingan umat Hindu yang ada di Kompleks TNI AL Ciangsana dan sekitarnya, untuk melaksanakan persembahyangan baik Purnama, Tilem, atau hari-hari besar agama Hindu lainnya. Dengan pertimbangan tambahan bahwa tempat persembahyangan/Pura yang ada secara geografis relatif cukup jauh dari Ciangsana.

Disepakati, untuk menindaklanjuti hasil pertemuan di atas, untuk mengajukan permohonan ijin penggunaan lahan untuk tempat peribadatan/Pura seluas 2.500M2 kepada Kepala Staff TNI AL (saat itu Laksamana TNI Bernard Kent Sondakh), dengan nomor surat B/01/VIII/2001/HD tanggal 4 September 2001

Surat permohonan Paguyuban Hindu Dharma tersebut disetujui oleh Kepala Staff TNI AL, melalui surat Asisten Logistik KASAL nomor B/789/X/2001/Slog tanggal 30 Oktober 2001. Bahkan dalam persetujuan tersebut diberikan ijin prinsip penggunaan lahan lebih besar dari yang diajukan, yaitu seluas 3.300M2 karena pemimpin TNI AL mempertimbangkan kebutuhan sarana pendukung lainnya seperti parkir.

Dengan telah diberikan ijin penggunaan lahan fasum oleh TNI AL, dibentuklah Panitia Pembangunan Pura yang diketuai oleh Bapak I Ketut Teken Sartika.  Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait tentang rencana pembangunan Pura, melaui surat-surat kepada Pemda Kabupaten Bogor, Parisadha Hindu Dharma Kabupaten Tingkat II Bogor, dan Dirjen Bimas Hindu dan Budha Departemen Agama Republik Indonesia. Di samping itu, panitia juga tangkil ke Ida Pedanda Gde Nyoman Jelantik Oka di Griya Bogor untuk mendapatkan petunjuk membangun Pura di Rumdisjab TNI AL Ciangsana.

Ida Pedanda Gde Nyoman Jelantik Oka berkenan datang ke rencana lokasi Pura yang saat itu masih berupa gundukan tanah.  Setelah beliau bermeditasi sejenak, beliau memberikan arahan dan penjelasan, dan dengan menggunakan tongkatnya beliau menunjuk titik tempat dibangunnya Padmasana.  Titik tersebut adalah titik tertinggi dibandingkan dengan tanah lain di sekitarnya.  Beliau juga memberikan nama Pura yaitu Pura Satya Loka Arcana, yang artinya :

  • Satya = jujur, setia, ikhlas, dan cinta kasih;
  • Loka = tempat,
  • Arcana = pemujaan (ngestiti).
  • Satya Loka Arcana berarti tempat untuk melakukan pemujaan (ngestiti) kepada Ida Hyang Widhi Wasa agar umat Hindu senantiasa memiliki hati nurani yang memegang teguh kejujuran, setia, ikhlas, dan cinta kasih dalam kehidupan di dunia dan akhirat.

Sebagai tahap awal pembangunan, dilaksanakan pemerataan tanah, membersihkan rumput ilalang,serta pembuatan turab di pinggir kali Cikeas, dan pondasi di sekitar area ~1500M2 agar tanah yang diratakan tidak tergerus oleh air hujan karena sangat labil, sedangkan sisanya ~1800M2 hanya diratakan untuk digunakan sebagai pasraman (sekolah Hindu).

Pemda Bogor sendiri merespons surat Paguyuban dengan mengirim 4 orang staff pada tanggal 20 April 2002 menuju lokasi lahan untuk Pura untuk menentukan Batasan Garis Sepadan Sungai (GSS) dan jalur hijau.

Pemeliharaan tanah yang sudah diratakan dilakukan melalui kerja bakti umat secara rutin seperti yang terdokumentasi pada 26 Mei 2002 dimana dilakukan kerja bakti membabat rumput gajah, alang-alang, membuat sanggah cucuk, ngaturang banten, dan sembahyang bersama di lokasi rencana Pura.  Kemudian kerja bakti juga melibatkan umat Hindu Mabes TNI AL (2 Juni 2002), umat Hindu Kranggan (9 Juni 2002) dan umat Hindu sekitarnya.

Pembangunan Padmasana dan Anglurah, di titik yang sudah ditentukan Ida Pedanda Gde Nyoman Jelantik Oka, dilakukan awal tahun 2002 (?). Peletakan batu pertama dilakukan pada hari … oleh Ida Pedanda Istri … (dari Griya Kebon Jeruk), dilanjutkan dengan pembangunan oleh pemborong Bapak I Made Sudiana (dari Cinere). Upacara pemelaspas alit pada saat Purnama Sadha tanggal 14 Juni 2003 dipuput oleh Ida Pedanda Istri … dari Kebon Jeruk Jakarta Barat, sehingga Padmasana yang ada sudah dapat difungsikan sebagai tempat sembahyang.

Karena keterbatasan dana, pembangunan fisik sedikit terhenti walaupun pembangunan-pembangunan kecil tetap dilaksanakan. Tahun 2004, dilakukan pemerataan dan pengecoran di ligkungan nista mandala sehingga dapat difungsikan sebagai tempat parkir.

Sampai periode ini, sarana fisik pura berupa lahan terstruktur –  berupa Tri Mandala, yang sisi sungainya sudah terturap, lahan pasraman, dan lahan parkir; bangunan Padmasana dan Anglurah, tembok keliling pura, serta rumah sederhana penunggu pura.

Galeri Pembangunan Padmasana